Juni 28, 2008

Para Mertua

Hari rabu yang lalu, ada partangiangan (kebaktian) wilayah di rumah. Seperti biasa, acaranya mulai 07.30 malam, tapi sampai 08.30 masih 3 pasang suami istri yang datang. Pendeta dan istrinya, Amang Baringin dan istrinya, Amang Sitompul dan istrinya. Mengisi waktu, mereka, para istri, saling bercerita. Inang Sitompul akan mengawinkan anak laki-lakinya bulan Oktober, mami akan menikahkan aku di bulan Desember, dan inang Simanjuntak memiliki sepasang anak yang telah memasuli usia siap nikah. Inang pendeta telah menikahkan sepasang anaknya juga. Karena merasa sudah "senior" dalam hal per-menantu-an, inang pendeta membagikan pengalamannya pada calon-calon mertua ini. Inti percakapan meraka yang kutangkap dari ruangan sebelah, adalah memiliki menantu laki-laki (hela) tidak terlalu berdampak pada psikologis sang ibu. Karena putrinya tak begitu 'berubah'. Tapi memiliki menantu perempuan (paromaen) adalah hal yang berbeda. Inang Pendeta ini baru beberapa bulan memikahkan anak laki-lakinya. Dia bercerita, betapa hatinya 'perih' melihat anak laki-lakinya (bercengkrama?) bersama istrinya. Dia baru menyadari kalau anak laki-lakinya itu bukan miliknya lagi. Anak laki-laki yang dulu mau memeluk dan mencium dia sebelum tidur, sekarang pamit untuk masuk ke kamar bersama istrinya. Anak laki-lakinya yang dulu selalu meminta pendapatnya sebelum memutuskan sesuatu, sekarang lebih memilih untuk berdiskusi dengan istrinya. Hal ini yang secara tidak disadari menyebabkan para ibu menganggap paromaennya adalah 'saingan'.


Aku menarik nafas. Terima kasih inang Pendeta. Itu sangat-sangat membantu, pikirku. Aku saja atau semua calon pengantin merisaukan hal ini. Hubungan dengan ibu mertua. Mungkin dalam ketakutan dan kegalauanku (halah!) selama ini lebih kepada this mother in law thing daripada hubungan pribadiku dengan Mr.Gift. Entahlah. Selama ini yang kudengar tentang hubungan ibu mertua dan menantu selalu saja hal-hal buruk. Mau bagaimanapun cantiknya sang menantu, bagaimanapun pintarnya mencari uang, bagaimanapun hebatnya dia memasak, mengurus rumah dan anak, selalu saja ada alasan buat sang mertua untuk 'mencela' nya. Bagaimana dengan aku? Dan yang lebih buruk lagi, nanti aku akan tinggal bersama dengan keluarga Mr. Gift dalam satu atap. Semua gerak-gerikku akan dipantau. Entahlah. Aku mulai tidak yakin dengan diriku dan keputusanku untuk menikah. Aku merasa semakin gila.

Tidak ada komentar: